Predikat guru sebagai teladan
bagi siswa, keluarga dan masyarakat amat sering kita mendengarnya. Tapi
bagaimana kalau predikat ini merupakan ‘’pengakuan’’ produk dari penilaian
terhadap kinerja. Suasananya pasti jadi beda. Dulu kita sering mendengar Pak
Guru atau Bu Guru sebuah sekolah mendapatkan penghargaan dari pemerintah
sebagai Guru Teladan. Penghargaan ini diberikan bukan tanpa proses penilaian.
Proses seleksi dilakukan mulai dari tingkat satuan pendidikan (sekolah),
kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional. Sebutan Guru Teladan
kini telah berganti baju menjadi Guru Berprestasi.
Untuk bergerak
lebih fokus mempersiapkan diri Landasan Hukum Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Era globalisasi menuntut sumber daya manusia
yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran nasional, regional
maupun internasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan untuk mendorong
motivasi, dedikasi, dan profesionalitas yang diharapkan akan berpengaruh
positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja akan terlihat dari
kualitas lulusan satuan pendidikan yang berkualitas, produktif dan tangguh
menghadapi tuntutan perubahan peradaban dunia
Kemdikbud (2015), secara historis pemilihan Guru
Berprestasi adalah pengembangan dari pemberian predikat keteladanan kepada guru
melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun 1972 sampai dengan
tahun 1997.Tahun 1998 sampai dengan tahun 2001, pemilihan guru teladan
dilaksanakan hanya sampai dengan tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi
dan mendapatkan masukan-masukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun
pengelola pendidikan tingkat kabupaten/kota/provinsi, makapemilihan guru
teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi pemilihan Guru
Berprestasi.
Pemilihan Guru Berprestasi dilaksanakan pertama kali pada
tahun 2002. Dengan demikian, frasa “Guru
Berprestasi” bermakna “prestasi dan keteladanan” guru. Penyelenggaraan
pemilihan Guru Berprestasi dilaksanakan secara bertingkat, dimulai dari tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional.
Secara umum pelaksanaan pemilihan Guru Berprestasi telah berjalan dengan lancar
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Namun demikian, pelaksanaannya
dirasakan masih belum optimal sehingga perlu dilakukan penyempurnaan sistem
penyelenggaraannya, khususnya pada aspek yang dinilai.
Guru Berprestasi adalah guru yang memiliki kinerja
melampaui standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, mencakup kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; menghasilkan karya kreatif
atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional atau
internasional; dan secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai
prestasi di bidang intrakurikuler atau ekstrakurikuler. Nah, kalau sudah
dikatakan melampaui standar, berarti bukan lagi dikategorikan guru biasa-biasa
saja, tetapi guru yang memiliki keunggulan dan kelebihan dari pada umumnya
guru.
Dari uraian dia atas, muncul satu pertanyaan; apakah kita
termasuk dalam kategori guru berprestasi itu? Jawaban ya, kita semua berpotensi
menjadi guru SMK yang berprestasi. Bukankah kita telah memulai dan sedang
menjalankannya. Prestasi tentunya tidak melulu diukur dengan bilangan angka
nomor 1, 2, 3 dan seterusnya. Tetapi kita telah banyak berbuat mengekspresikan
dan mentransfer keunggulan. Namun yang menjadi pertanyaan berikutnya; siapakah
yang menilai prestasi itu, dan apa alat pengukurnya. Oleh karena itu ajang
pemilihan guru berprestasi sebagai medianya.
Marilah bersama kita mulai mendeklarasikan kemauan untuk
berprestasi. Katakan, “Saya harus maju! Saya harus mengikuti lomba! Saya ingin
mengukur kemampuan! Dan yang sangat penting adalah saya ingin membunuh
ketakutan!” Beberapa kalimat tersebut, ucapkanlah berulang kali.
Ketakutan untuk memulai kerap mengganggu. Rasa percaya
diri pun redup. Ketakutan adalah salah satu faktor pembunuh sel-sel otak.
Koneksi antarsel akan berhenti bila kita dalam suasana cemas, kawatir, dan
takut. Jadi, untuk melakukan tindakan kita harus melawan kecemasan,
kekawatiran, dan rasa takut, tak perlu takut dalam menghadapi tantangan berupa
rival (pesaing/kompetitor lain), takut tidak mampu menjawab pertanyaan sang
juri, atau takut kalah. Semua ketakutan itu bersumber dari perasaan
ketidaksiapan diri.
Sebaliknya, marilah tancapkan pemikiran positif (positive thinking) bahwa, “Saya pasti
bisa… Saya pasti menang…” Ayo ucapkan berulang kali dengan keyakinan. Bisa
dipastikan menang mengalahkan ketakutan. Jika kita sudah memiliki semangat ini,
hasil apa pun yang kita terima, tidak
akan merasakan bahwa kita telah gagal.
Marilah berpikir bening dan
cemerlang. Yang membuat kita terpuruk sebenarnya bukan musuh, tapi kualitas dan
kemampuan kita sendiri yang terbatas, atau memang membatasi diri. Tidak perlu
emosional, rival adalah aset, bukan ancaman. Kita hancur justru bisa oleh diri
sendiri. Kalau niat salah, itu bisa menghancurkan. Orang yang memiliki mental
bersaing secara positif, justru akan menanggapi adanya persaingan dengan senang
hati, seolah dia mendapat energi dahsyat yang akan memacu kerja lebih
berkualitas.
Selanjutnya salah satu
kecerdasan yang harus kita pertajam adalah cerdas membaca peluang (oportunity). Peluang merupakan
kesempatan yang harus dimanfaatkan dengan maksimal, dan rugi bila diabaikan.
Peluang meraih kesuksesan sudah di depan mata, sebab kita telah melewati
jembatan panjang berupa ketakutan dan pesimisme. Lihat perubahan yang terjadi
pada semangat dan optimisme. Rasakan kekuatan itu, sepertinya tak ingin
tenggelam digilas sang waktu tanpa menorehkan prestasi sebagai wujud eksistensi
dalam sejarah hidup ini.
Petarung yang hebat, meski bumi bergoncang – langit runtuh, semangat hidupnya
tetap bergelora. Kesuksesan adalah hak setiap manusia. Tuhan tidak akan
memberikan kita hidup dengan sia-sia dan teraniaya, bila setiap manusia
menyadari betapa besarnya kelebihan dan keutamaan ciptaanNya. Peluang ada pada
diri dan di sekeliling kita.
Kekuatan peluang hanya
terletak pada semangat dan kerja keras kita. Orang-orang di sekitar bisa
menjadi ancaman (threat) bila kita
memosisikan diri sebagai orang yang lemah tak berdaya. Di bawah ini beberapa
anjuran yang saya yakin akan memperkuat peluang:
1. Intensifkan ibadah
kepada Tuhan
2. Bergaullah dengan
orang-orang yang optimis
3. Tetap fokus pada
kekuatan (strength) potensi dan
kompetensi
4. Tenang dan terus
berpikir positif
5. Luangkan waktu
membaca kekurangan atau kelemahan lawan
6. Lipatgandakan
keunggulan
7. Bangun, berlarilah
dengan optimisme
Nah, sekarang saatnya
bertarung mengikuti ajang pemilihan Guru SMK Berprestasi. Berani jadi guru,
berani mengukir prestasi. Jangan mau jadi guru biasa-biasa saja, tapi jadilah
guru yang luar biasa, melejit dan siap beken.
0 komentar:
Posting Komentar